MAKALAH
AL QURAN SUMBER SOLUSI DARI BERBAGAI PROBLEMA KEHIDUPAN
Sebagai persayatan untuk mengikuti UAS
Mata kuliah: PKN
Dosen pembimbing: Bpk Moh. Salamet
Disusun Oleh:
SYUKRON
MAKMUN
NIM:
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
SYARIAH SBI SURABAYA
2012
DAFTAR
ISI
Halaman
judul……………………………………………..........................
Daftar
isi ……………………………………………………......................
BAB
I
1.
Pendahuluan …………………………………………………………….
BAB
II Pembahasan
A.
Mukjizat Al- Qur’an ………………………………...............................
I . Al Quran Sumber Hukum Dan
Solusi
II. Al Quran adalah petunjuk dan penawar
penyakit hati dan fisik..
III.
Al Quran Sebagai Obat Hati Dan Jiwa …………………………………
IV.
Al-Qur'an sebagai solusi dalam Pendidikan Emosional …………
BAB
III Penutup
I. Kesimpulan …………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan
hidup kita ini makin lama makin pelik saja. Musibah yang terjadi dalam skala
individu ataupun kolektif semakin kompleks. Lihat saja di sekeliling kita,
banyak manusia yang mengalami berbagai macam penderitaan yang tidak ada
habis-habisnya. Bahkan sebagian besar mereka adalah kaum muslimin yang berkitab
sucikan Al Qur’an dan bersunnah nabi Rasulullah saw.
Kita
harus menyadari bahwa bagi kita yang muslim segalanya harus dikembali kepada
Allah swt dalam pelbagai urusan. Jangan sampai karena bingung untuk mencari
solusi apa yang benar dan tepat, kemudian kita gadaikan agama dan keyakinan
yang mahal itu, Islam, Al Qur’an dan sunnah Rasulullah saw.
Tak
ubahnya seperti senter yang memiliki cahaya di kegelapan malam, hidayah Allah
berwujud kitab suci dan hadits sebagai pegangan utama. Kita harus gunakan Al
Qur’an itu sebagai senter yang menerangi. Namun kita tidak akan bisa
mengoperasikannya secara baik kalau kita tidak pandai mengenal al-Qur’an ini.
Untuk apa ia Allah turunkan ke atas dunia ini, untuk apa ia sebagai wahyu yang
memiliki sifat keabadian dan lain sebagainya.
Tidak
usahlah jauh-jauh menjadikan ilmu lain, jimat, aji-aji dan kesaktian lain
sebagai pemberi solusi. Kita cukup memiliki Al Qur’an di rumah, lalu membuka
dan membacanya. Menatapnya dalam-dalam, apakah kita sudah bisa membaca ‘surat
cinta’ Allah itu? Apakah sudah kita memahami kendungan maknanya yang dalam dan
menyegarkan? Jika belum, di situlah letak kekurangan kita. Bahkan itu bisa jadi
tolok ukur atas berbagai kesulitan yang menimpa.
Baca
al-Qur’an dan perbaiki bacaanmu! Itulah slogan sederhana namun demikian
menentukan bagi kita untuk selalu rindu di bawah keteduhannya.
Belum
lama ini ada segelintir manusia yang berusaha untuk melenyapkan Al Qur’an karena
sudah demikian phobi dengan ajaran yang dikandungnya. Mereka berusaha untuk
membumi-hanguskan dengan berbagai macam cara seperti dibakar misalnya. Tapi
Allah senantiasa memiliki sifat Roqib (mengawasi gerak-gerik hamba-Nya). Ketika
kitab suci-Nya hendak dikotori dan dimusnahkan, Dia pun turun tangan langsung.
Menurut berita terbaru, konon, manusia yang telah berusaha membakarnya itu pun
tak berapa lama merasakan akibat niat busuknya itu dengan cara mengalami
kecelakaan mobil dan tewas mengenaskan seketika. Bukankah ini adalah siksa
Allah buat mereka yang berani coba-coba untuk menantang-Nya?
Persis
seperti nasib raja Abrahah yang berupaya untuk menghancurkan baitullah, Ka’bah.
Saat itu, kaum muslimin sudah pasrah atas niat jahat Abrahah dan tentaranya yang
-katanya- gagah perkasa itu. Namun, Allah tetap Raqib yang menyaksikan niat dan
perilaku manusia-manusia jahat itu. Dengan kekuasaan-Nya yang Maha Dahsyat,
Diapun langsung turun tangan sendiri dengan mengutus ribuan burung Ababil yang
membawa api dan bahan bakar dari neraka untuk menghabisi kegagahan Abrahah dan
bala tentaranya itu. Tidak berapa lama merekapun musnah seperti rumput-rumput
yang layu dimakan ulat. Jangan sampai kita mengalami nasib yang sama karena
kita kurang peduli dengan kitabullah, Al Qur’an ini?! Na’uzubillah min zalik.
Saat
ini, dan tetap sampai akhir zaman Allah akan selalu menjaga kitab suci-Nya itu
dengan berbagai macam cara sesuai kehendak-Nya. Sebagai umat muslim, sudahkah
kita menjadi bagian dari hamba-hamba-Nya yang membela kepentingan-Nya dan
menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidupnya dari segala permasalahan. Ya,
minimal kita memiliki kemampuan untuk selalu membacanya setiap saat,
menjadikannya sebagai wirid harian dan pengalaman yang intensif setiap hari.
Insya
Allah, dengan begitu kita akan digolongkan sebagai hamba-hamba pilihan-Nya yang
mendapatkan jaminan kehidupan dan kebahagiaan. Di dunia dan akhirat. Dan
terhindar dari ancaman kaum yang meremehkan, menyepelekan dan mengesampingkan
peran Al Qur’an dalam hidup ini. Amiin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Mukjizat Al- Qur’an
Mukjizat
Al-Qur’an sungguh tiada tandingannya. Kitab suci umat islam ini adalah kitab
yang diturunkan dari langit dan menyempurnakan kitab kitab sebelumnya. Al
qur’an sebagai pedoman jidup umat islam diturunkan kepada nabi Muhammad secara
berangsur angsur melalui perantara malaikat jibril.
Al
qur’an merupakan mukjizat terbesaar yang diturunkan kepada nabi Muhammad.
Mukjizat ini menjadi tuntunan hidup umat islam dalam menjalankan hidup di
dunia. Segala permasalahan dan solusi hidup manusia tercantum dalam al qur’an.
Al
quran adalah salah satu kitab suci yang terjaga keasliannya sampai hari
kiamat.ayat ayat al quran sejak dwahyukan kpd nabi Muhammad saw.redaksinya
masih teta[ sama sampai sekarang. Al quran selnantiasa terjaga keasliannya
karena al quran adalah kalam ilahi. Inilah sebagai salah satu bukti
kemukjizatan al quran.
Al
quran juga memiliki bahasa yang indah. Sudah tidak diragukan lagi tentang
kehebatannya. Selain sebagai pedoman hidup,al quran juga sangat menarik dari
segi tata bahasanya. Al quran adalah sastra tertinggi,al quran begitu puitis.
Meskipun al quran itu sendiri bukanlah buku sastra atau puisi,namun bahasanya
sangat indah n itada tandingannya. Ini pula sudah dibuktikan oleh para ahli sastra
sejak zaman nabi sampai sastrawan modern belakangan ini. Selain dari itu
semua,al quran adalah sebagai solusi pemecahan dari semua masalah dan
problema-problema yang terjadi dalam kehidupan. Hal itu semua tersaji dalam al
quran. Dalam hal ini penulis berusaha membahas beberrapa solusi solusi yang di
berikan al quran untuk berbagai masalah dalam kehidupan.
I . Al Quran Sumber Hukum Dan Solusi
Al quran memuat aturan aturan dan perundang undangan bagi kebahagiaan hidup manusia.baik di dunia maupun di akhirat. Al quran adlah sumber hokum utama umat islam. Hokum hokum atau aturan aturan itu mencakup segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari dimensi ritual,social,pendidikan,pemerintahan,pernniagaan,dan laian lain.
Al quran memuat aturan aturan dan perundang undangan bagi kebahagiaan hidup manusia.baik di dunia maupun di akhirat. Al quran adlah sumber hokum utama umat islam. Hokum hokum atau aturan aturan itu mencakup segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari dimensi ritual,social,pendidikan,pemerintahan,pernniagaan,dan laian lain.
Allah
SWT berfirman:
وَالْفُرْقَانِ الْهُدَى مِنَ وَبَيِّنَاتٍ لِلنَّاسِ هُدًى الْقُرْءَانُ فِيهِ أُنْزِلَ الَّذِي رَمَضَانَ شَهْرُ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang haq dan yang bathil). (QS al-Baqarah [2]: 185).
Seperti penjelasan Imam al-Qurthubi, ayat ini menjelaskan bahwa Allah menurunkan al-Quran untuk menjadi petunjuk dan penjelasan bagi umat manusia; menjelaskan kepada mereka halal dan haram, berbagai peringatan dan hukum-hukum, serta pembeda antara yang haq dan yang batil. Al-Quran adalah hudan (petunjuk), artinya al-Quranlah yang seharusnya menuntun dan mengarahkan kehidupan umat manusia. Al-Quran telah menjelaskan perbuatan apa yang harus dilakukan, mana yang sebaiknya dilakukan, mana yang boleh dilakukan, mana yang sebaiknya ditinggalkan dan mana yang harus ditinggalkan. Al-Quran juga menjelaskan apa yang boleh diambil dan apa yang tidak. Al-Quran adalah furqân (pembeda), artinya menjadi standar yang menentukan mana yang haq dan mana yang batil. Karena itu, al-haq (kebenaran) adalah apa saja yang dinyatakan benar oleh al-Quran dan al-bâtil (kebatilan) adalah apa saja yang dinyatakan batil oleh al-Quran. Yang dituntut dari kita hanyalah menjadikan al-Quran sebagai petunjuk yang menuntun dan mengarahkan kehidupan kita; sebagai sumber hukum yang kita ambil dan kita terapkan; juga sebagai sumber solusi bagi seluruh problem kehidupan kita.
وَالْفُرْقَانِ الْهُدَى مِنَ وَبَيِّنَاتٍ لِلنَّاسِ هُدًى الْقُرْءَانُ فِيهِ أُنْزِلَ الَّذِي رَمَضَانَ شَهْرُ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang haq dan yang bathil). (QS al-Baqarah [2]: 185).
Seperti penjelasan Imam al-Qurthubi, ayat ini menjelaskan bahwa Allah menurunkan al-Quran untuk menjadi petunjuk dan penjelasan bagi umat manusia; menjelaskan kepada mereka halal dan haram, berbagai peringatan dan hukum-hukum, serta pembeda antara yang haq dan yang batil. Al-Quran adalah hudan (petunjuk), artinya al-Quranlah yang seharusnya menuntun dan mengarahkan kehidupan umat manusia. Al-Quran telah menjelaskan perbuatan apa yang harus dilakukan, mana yang sebaiknya dilakukan, mana yang boleh dilakukan, mana yang sebaiknya ditinggalkan dan mana yang harus ditinggalkan. Al-Quran juga menjelaskan apa yang boleh diambil dan apa yang tidak. Al-Quran adalah furqân (pembeda), artinya menjadi standar yang menentukan mana yang haq dan mana yang batil. Karena itu, al-haq (kebenaran) adalah apa saja yang dinyatakan benar oleh al-Quran dan al-bâtil (kebatilan) adalah apa saja yang dinyatakan batil oleh al-Quran. Yang dituntut dari kita hanyalah menjadikan al-Quran sebagai petunjuk yang menuntun dan mengarahkan kehidupan kita; sebagai sumber hukum yang kita ambil dan kita terapkan; juga sebagai sumber solusi bagi seluruh problem kehidupan kita.
Selama
ini kita telah berusaha menjaga fisik dan kemurnian al-Quran dari segala bentuk
penodaan dan pemalsuan. Upaya itu sangat baik dan memang sudah menjadi tugas
dan kewajiban kita yang harus kita tunaikan. Namun, tanggung jawab dan tugas
kita tidak hanya sebatas itu. Kita juga harus menjaga kandungan dan isinya dari
segala bentuk penyimpangan seperti menjaga al-Quran dari penafsiran
sekular-liberal yang malah menodai kesucian al-Quran.
Kalau kita mau jujur terhadap diri sendiri, kita akan mengakui bahwa selama ini sebagian dari kita ada yang menjadikan al-Quran sebagai ”kitab mistik”. Al-Quran disimpan dan digunakan untuk hal-hal berbau mistik, dijadikan ajimat, penolak bala, pengusir setan, dsb. Sebaliknya, al-Quran tidak dijadikan sebagai penolak dan ‘pengusir’ ide-ide, konsep, hukum, aturan dan ideologi sekular-liberal, demokrasi, HAM dan segala yang bukan berasal dari Allah SWT.
Bahkan kalau kita jujur, di tengah-tengah umat ini ada yang bersikap terlalu jauh dan sangat kurang ajar terhadap al-Quran. Muncul sikap dari sebagian orang yang sudah ter-Barat-kan dan teracuni oleh ide-ide orientalis untuk menggugat keaslian dan kemurnian al-Quran. Al-Quran beserta ungkapannya tidak dianggap berasal dari Allah SWT dan hanya dianggap sebagai produk budaya. Mereka menganggap lafal dan ungkapan al-Quran berasal dari Nabi saw., yang dipengaruhi oleh budaya dan kondisi yang ada dan berkembang waktu itu. Kalau memang anggapan mereka benar, mengapa mereka tidak mendatangkan yang semisal dengan al-Quran saja; mengapa mereka tidak menggubah satu gubahan untuk menandingi al-Quran? Mengapa mereka tidak melakukan itu jika memang mereka benar? Padahal Allah sendiri telah menantang hal itu (QS al-Baqarah [2]: 23, Hud [11]: 13). Allah SWT juga berfirman:
صَادِقِينَ كُنْتُمْ إِنْ اللهِ دُونِ مِنْ اسْتَطَعْتُمْ مَنِ وَادْعُوا مِثْلِهِ بِسُورَةٍ فَأْتُوا قُلْ افْتَرَاه أَم يَقُولُونَ
“Atau patutkah mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah, "(Kalau benar yang kamu katakan itu), cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian orang yang benar." (QS Yunus [10]: 38).
Tidak kalah kurang ajarnya adalah sikap segelintir orang yang ada di tengah-tengah kita, yang telah mendudukkan dirinya sebagai hakim atas al-Quran. Ada pihak-pihak yang memutuskan mana ayat yang layak diambil dan mana yang tidak perlu diambil; mana hukum-hukum al-Quran dan as-Sunnah yang bisa diambil dan diikuti serta mana hukum-hukum yang tidak boleh diambil, diikuti dan diterapkan. Lalu mereka lebih memilih hukum/aturan yang datang dari selain al-Quran sekaligus memutuskan untuk mengambil dan menerapkannya, seraya mencampakkan dan meninggalkan hukum-hukum dari al-Quran dan as-Sunnah. Sikap itulah yang selama ini tampak menonjol di tengah-tengah kita.
Mari kita renungkan dengan jujur, betapa kurang ajarnya sikap demikian; betapa sudah lancang sekali perilaku seperti itu; betapa sangat tidak pantas hal itu muncul di tengah-tengah kita. Bukankah selama ini kita mengaku sebagai umat yang kitab sucinya adalah al-Quran? Bukankah kita selalu mengaku sebagai kaum Nabi Muhammad saw. Bukankah... ?
Hendaklah kita takut akan diadukan oleh Rasul saw. ke hadirat Allah dengan pengaduan seperti dalam firman-Nya:
“Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS al-Furqan [25]: 30).
Maksudnya, mereka menjadikan al-Quran sebagai kitab yang ditinggalkan, diabaikan dan tidak dipedulikan.
Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya telah merinci hal-hal yang termasuk ke dalam sikap tidak mengacuhkan al-Quran. Di antaranya adalah tidak mengimani dan membenarkannya; tidak men-tadabburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya dan lebih memilih yang lain, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, atau tharîqah (jalan hidup) yang diambil dari selain al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkan al-Quran serta membuat kegaduhan hingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan.
Hendaklah kita takut, jangan sampai kita diadukan oleh Nabi saw. seperti itu. Sebab, jika Nabi saw. telah menyerahkan (suatu urusan) kepada Allah SWT dan mengadukan kaumnya kepada-Nya, berarti telah halal azab Allah atas mereka.
Hendaklah kita juga mengambil pelajaran dari sikap Bani Israel terhadap kitab mereka sehingga mereka dikatakan oleh Allah SWT:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاة ثُمّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَار يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللهِ ِ
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya (yakni tidak mengamalkannya), adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. (QS al-Jumu‘ah [62]: 5).
Bagaimana perasaan kita pada waktu kita tidak mengamalkan al-Quran dan tidak melaksanakan isi dan hukum-hukumnya, lalu Allah SWT, yang kita harapkan ridha dan ampunan-Nya, mengumpamakan dan mengatakan kita seperti keledai? Sejatinya, orang yang beriman, bertakwa dan merindukan keridhaan Allah, akan berlinang air mata jika disebut begitu oleh Allah SWT.
Mari kita akhiri sikap yang tidak sepantasnya terhadap al-Quran. Mari sudahi sikap yang tidak sugguh-sungguh terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan dan Nuzulul Quran ini sebagai momentum untuk bersikap selayaknya terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk memancangkan tekad kita dalam rangka menyudahi dan mengakhiri sikap yang keliru dan tidak selayaknya terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk meneguhkan tekad kita untuk senantiasa menjaga kaslian dan kemurnian al-Quran; membaca, memahami dan menghayati maknanya; mengamalkan isi dan kandungannya; serta menjadikannya sebagai sumber hukum untuk mengatur segala perkara kehidupan kita dan sumber solusi atas seluruh problem kehidupan.
Di antara hukum-hukum al-Quran adalah hukum-hukum tentang pengaturan sosial-kemasyarakatan. Pelaksanaan dan penerapan hukum ini tidak mungkin tanpa melalui kekuasaan, pemerintahan dan negara. Karena itu, marilah kita jadikan juga Ramadhan dan Nuzulul Quran ini sebagai momentum untuk memancangkan niat, meneguhkan tekad dan semangat untuk memulai aktivitas dengan penuh kesungguhan guna memperjuangkan pelaksanaan dan penerapan hukum-hukum al-Quran—yakni syariah Islam—secara keseluruhan melalui tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan itu, kita akan bisa benar-benar menjadikan al-Quran sebagai hudan dan furqan bagi kita. Dengan itu pula, rahmat Allah akan turun kepada kita semua.
وَاتَّقُوا هُ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ فَاتَّبِعُوهُ وَهَذَ ا كِتَابٌ أَنْزَلْنَا مُبَارَكٌ
Al-Quran itu adalah kitab yang kami turunkan, yang diberkati. Karena itu, ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (QS al-An‘am [6]: 155).
Kalau kita mau jujur terhadap diri sendiri, kita akan mengakui bahwa selama ini sebagian dari kita ada yang menjadikan al-Quran sebagai ”kitab mistik”. Al-Quran disimpan dan digunakan untuk hal-hal berbau mistik, dijadikan ajimat, penolak bala, pengusir setan, dsb. Sebaliknya, al-Quran tidak dijadikan sebagai penolak dan ‘pengusir’ ide-ide, konsep, hukum, aturan dan ideologi sekular-liberal, demokrasi, HAM dan segala yang bukan berasal dari Allah SWT.
Bahkan kalau kita jujur, di tengah-tengah umat ini ada yang bersikap terlalu jauh dan sangat kurang ajar terhadap al-Quran. Muncul sikap dari sebagian orang yang sudah ter-Barat-kan dan teracuni oleh ide-ide orientalis untuk menggugat keaslian dan kemurnian al-Quran. Al-Quran beserta ungkapannya tidak dianggap berasal dari Allah SWT dan hanya dianggap sebagai produk budaya. Mereka menganggap lafal dan ungkapan al-Quran berasal dari Nabi saw., yang dipengaruhi oleh budaya dan kondisi yang ada dan berkembang waktu itu. Kalau memang anggapan mereka benar, mengapa mereka tidak mendatangkan yang semisal dengan al-Quran saja; mengapa mereka tidak menggubah satu gubahan untuk menandingi al-Quran? Mengapa mereka tidak melakukan itu jika memang mereka benar? Padahal Allah sendiri telah menantang hal itu (QS al-Baqarah [2]: 23, Hud [11]: 13). Allah SWT juga berfirman:
صَادِقِينَ كُنْتُمْ إِنْ اللهِ دُونِ مِنْ اسْتَطَعْتُمْ مَنِ وَادْعُوا مِثْلِهِ بِسُورَةٍ فَأْتُوا قُلْ افْتَرَاه أَم يَقُولُونَ
“Atau patutkah mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah, "(Kalau benar yang kamu katakan itu), cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa saja yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kalian orang yang benar." (QS Yunus [10]: 38).
Tidak kalah kurang ajarnya adalah sikap segelintir orang yang ada di tengah-tengah kita, yang telah mendudukkan dirinya sebagai hakim atas al-Quran. Ada pihak-pihak yang memutuskan mana ayat yang layak diambil dan mana yang tidak perlu diambil; mana hukum-hukum al-Quran dan as-Sunnah yang bisa diambil dan diikuti serta mana hukum-hukum yang tidak boleh diambil, diikuti dan diterapkan. Lalu mereka lebih memilih hukum/aturan yang datang dari selain al-Quran sekaligus memutuskan untuk mengambil dan menerapkannya, seraya mencampakkan dan meninggalkan hukum-hukum dari al-Quran dan as-Sunnah. Sikap itulah yang selama ini tampak menonjol di tengah-tengah kita.
Mari kita renungkan dengan jujur, betapa kurang ajarnya sikap demikian; betapa sudah lancang sekali perilaku seperti itu; betapa sangat tidak pantas hal itu muncul di tengah-tengah kita. Bukankah selama ini kita mengaku sebagai umat yang kitab sucinya adalah al-Quran? Bukankah kita selalu mengaku sebagai kaum Nabi Muhammad saw. Bukankah... ?
Hendaklah kita takut akan diadukan oleh Rasul saw. ke hadirat Allah dengan pengaduan seperti dalam firman-Nya:
“Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS al-Furqan [25]: 30).
Maksudnya, mereka menjadikan al-Quran sebagai kitab yang ditinggalkan, diabaikan dan tidak dipedulikan.
Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya telah merinci hal-hal yang termasuk ke dalam sikap tidak mengacuhkan al-Quran. Di antaranya adalah tidak mengimani dan membenarkannya; tidak men-tadabburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya dan lebih memilih yang lain, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, atau tharîqah (jalan hidup) yang diambil dari selain al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkan al-Quran serta membuat kegaduhan hingga tidak mendengar al-Quran saat dibacakan.
Hendaklah kita takut, jangan sampai kita diadukan oleh Nabi saw. seperti itu. Sebab, jika Nabi saw. telah menyerahkan (suatu urusan) kepada Allah SWT dan mengadukan kaumnya kepada-Nya, berarti telah halal azab Allah atas mereka.
Hendaklah kita juga mengambil pelajaran dari sikap Bani Israel terhadap kitab mereka sehingga mereka dikatakan oleh Allah SWT:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاة ثُمّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَار يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللهِ ِ
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya (yakni tidak mengamalkannya), adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. (QS al-Jumu‘ah [62]: 5).
Bagaimana perasaan kita pada waktu kita tidak mengamalkan al-Quran dan tidak melaksanakan isi dan hukum-hukumnya, lalu Allah SWT, yang kita harapkan ridha dan ampunan-Nya, mengumpamakan dan mengatakan kita seperti keledai? Sejatinya, orang yang beriman, bertakwa dan merindukan keridhaan Allah, akan berlinang air mata jika disebut begitu oleh Allah SWT.
Mari kita akhiri sikap yang tidak sepantasnya terhadap al-Quran. Mari sudahi sikap yang tidak sugguh-sungguh terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan dan Nuzulul Quran ini sebagai momentum untuk bersikap selayaknya terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk memancangkan tekad kita dalam rangka menyudahi dan mengakhiri sikap yang keliru dan tidak selayaknya terhadap al-Quran. Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk meneguhkan tekad kita untuk senantiasa menjaga kaslian dan kemurnian al-Quran; membaca, memahami dan menghayati maknanya; mengamalkan isi dan kandungannya; serta menjadikannya sebagai sumber hukum untuk mengatur segala perkara kehidupan kita dan sumber solusi atas seluruh problem kehidupan.
Di antara hukum-hukum al-Quran adalah hukum-hukum tentang pengaturan sosial-kemasyarakatan. Pelaksanaan dan penerapan hukum ini tidak mungkin tanpa melalui kekuasaan, pemerintahan dan negara. Karena itu, marilah kita jadikan juga Ramadhan dan Nuzulul Quran ini sebagai momentum untuk memancangkan niat, meneguhkan tekad dan semangat untuk memulai aktivitas dengan penuh kesungguhan guna memperjuangkan pelaksanaan dan penerapan hukum-hukum al-Quran—yakni syariah Islam—secara keseluruhan melalui tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah. Dengan itu, kita akan bisa benar-benar menjadikan al-Quran sebagai hudan dan furqan bagi kita. Dengan itu pula, rahmat Allah akan turun kepada kita semua.
وَاتَّقُوا هُ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ فَاتَّبِعُوهُ وَهَذَ ا كِتَابٌ أَنْزَلْنَا مُبَارَكٌ
Al-Quran itu adalah kitab yang kami turunkan, yang diberkati. Karena itu, ikutilah dia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat. (QS al-An‘am [6]: 155).
[QS 16:69] kemudian makanlah dari tiap-tiap
(macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).
Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan.
Wahai umat manusia! Sesungguhnya
telah datang kepada kamu Al-Quran yang menjadi nasihat pengajaran dari Tuhan
kamu dan yang menjadi penawar bagi penyakit-penyakit batin yang ada di dalam
dada kamu dan juga menjadi hidayat petunjuk untuk keselamatan, serta membawa
rahmat bagi orang-orang yang beriman. QS 10:(57).
“Dan Kami turunkan dari
Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain
kerugian.” [QS 17:82]
“dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku, [81] dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan
aku (kembali), [82] dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada
hari kiamat".[QS 26:80]
Katakanlah: "Al
Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. QS 41:44.
III. Al Quran Sebagai Obat Hati Dan Jiwa
“Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al-Isra ayat 82)
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Rabb Mu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.
Yunus:57)
Ayat Alquran tersebut menerangkan
bahwa Alquran adalah obat yang mujarab untuk mengobati segala penyakit hati.
Karena di dalamnya diungkapkan segala yang haq dan yang bathil. Hal tersebut
diungkapkan Ustadzah Yeti Sumiati kepada Radar, kemarin.
Ustadzah menjelaskan, Alquran dapat menghilangkan berbagai macam penyakit hati yang dapat mengantarkan kepada keinginan-keinginan yang jelek dan maksiat. Hati akan lebih baik dengan sering membaca Alquran. Terlebih jika dihayati dengan terjemahannya seandainya tidak mengerti dengan bahasa Arab. “Kalau misalkan kita punya masalah di dunia atau mempunyai penyakit hati seperti suka iri dan dengki kepada yang lain, bukan karaokean yang menjadi tujuan. Bukan menyanyi sambil teriak-teriak untuk membuat hati menjadi plong. Tetapi hati akan lebih nyaman dengan membaca ayat-ayat Allah,” katanya.
Di dalam Alquran banyak sekali pelajaran dan hikmah yang dapat diambil.
Terdapat juga berbagai larangan dan nasihat untuk memotivasi agar selalu melakukan amalam-amalan yang baik dan menjauhi hal-hal dapat menjerumuskan ke dalam kemaksiatan.
“Sering membaca Alquran itu dapat memberi semangat kepada hati untuk terus melakukan kebaikan.
Akhirnya hati semakin cinta kebenaran dan tidak suka terhadap sesuatu yang bathil. Bagi yang suka iri dan dengki, sifat-sifat itu insya Allah akan hilang,” jelas Ustadzah Yeti yang akrab dipanggil Teh Yestas ini.
Membaca Alquran dapat mempertebal iman seseorang. Seperti yang diterangkan dalam surat Al-anfal ayat 2. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”
Penyakit hati memang tidak bisa langsung sembuh. Namun butuh proses agar hati menjadi bersih dan tidak kotor dengan penyakit.
Oleh karena itu, Ustadzah Yeti memberi saran untuk rutin membaca Alquran. “Lebih sering tentunya lebih baik. Berarti hati kita akan lebih cepat bersih dan tidak ternodai penyakit-penyakit.
Ustadzah menjelaskan, Alquran dapat menghilangkan berbagai macam penyakit hati yang dapat mengantarkan kepada keinginan-keinginan yang jelek dan maksiat. Hati akan lebih baik dengan sering membaca Alquran. Terlebih jika dihayati dengan terjemahannya seandainya tidak mengerti dengan bahasa Arab. “Kalau misalkan kita punya masalah di dunia atau mempunyai penyakit hati seperti suka iri dan dengki kepada yang lain, bukan karaokean yang menjadi tujuan. Bukan menyanyi sambil teriak-teriak untuk membuat hati menjadi plong. Tetapi hati akan lebih nyaman dengan membaca ayat-ayat Allah,” katanya.
Di dalam Alquran banyak sekali pelajaran dan hikmah yang dapat diambil.
Terdapat juga berbagai larangan dan nasihat untuk memotivasi agar selalu melakukan amalam-amalan yang baik dan menjauhi hal-hal dapat menjerumuskan ke dalam kemaksiatan.
“Sering membaca Alquran itu dapat memberi semangat kepada hati untuk terus melakukan kebaikan.
Akhirnya hati semakin cinta kebenaran dan tidak suka terhadap sesuatu yang bathil. Bagi yang suka iri dan dengki, sifat-sifat itu insya Allah akan hilang,” jelas Ustadzah Yeti yang akrab dipanggil Teh Yestas ini.
Membaca Alquran dapat mempertebal iman seseorang. Seperti yang diterangkan dalam surat Al-anfal ayat 2. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.”
Penyakit hati memang tidak bisa langsung sembuh. Namun butuh proses agar hati menjadi bersih dan tidak kotor dengan penyakit.
Oleh karena itu, Ustadzah Yeti memberi saran untuk rutin membaca Alquran. “Lebih sering tentunya lebih baik. Berarti hati kita akan lebih cepat bersih dan tidak ternodai penyakit-penyakit.
Ada suatu penelitian menarik sebagaimana
dilansir oleh Muhammad Kamil Abdussamad dalam buku Al-I'jaz al-'Ilm fil
al-Qur'an. Abdussamad menjelaskan bahwa telah diciptakan alat-alat obsevasi
elektronik yang dikomputerisasi untuk mengukur perubahan-perubahan fisiologis
pada sejumlah sukarelawan sehat yang sedang mendengarkan dengan tekun ayat Al
Qur'an. Mereka itu terdiri dari sejumlah Muslim yang bisa berbahasa Arab dan
yang tidak mampu (Muslim maupun non Muslim). Kepada mereka didengarkan beberapa
ayat Al Qur'an, tentu dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris.
Dalam percobaan ini ternyata ada
pengaruh menenangkan hingga 97%. Pengaruh tersebut bahkan terlihat dalam bentuk
perubahan-perubahan fisiologis yang tampak melalui berkurangnya tingkat
ketegangan syaraf.
Dan masih banyak lagi
penelitian-penelitian lain yang menunjukkan bahwa bacaan ayat-ayat AL Qur'an
mampu memberikan respon positif yang bersifat psikologis bagi diri kita.
Hal ini bisa terjadi karena ayat-ayat Al
Qur'an pada hakekatnya mengandung energi dahsyat bagi mereka yang
mempercayainya. Sebagaimana diinformasikan Al Qur'an sendiri, "Dan
sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung gunung
dapat diguncangkan atau bumi jadi terbelah atau karenanya oarang orang yang
sudah mati dapat bicara ( itulah Al Qur'an). Sebenarnya segala irusan itu
adalah kepunyaan Allah."
Luar biasa dahsyat energi Al Qur'an,
bukan hanya mampu berpengaruh pada diri kita, tetapi gunung, bumi dan manusia
yang telah meninggal pun bisa distimulasi oleh energi Al Qur'an. Tetapi energi
yang hebat itu bisa dimanfaatkan oleh orang orang yang bersih dan terbuka
hatinya serta takwa kepada Allah.
IV.
Al-Qur'an sebagai solusi dalam Pendidikan Emosional
Untuk menghadapi era globalisasi
sekarang ini, manusia membutuhkan Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk menghadapi
berbagai tantangan hidup, tidak terkecuali dunia pendidikan. Totalitas dan
kesempurnaan ajaran yang dimiliki Al-Qur’an menuntut manusia untuk komitmen
terhadap isi Al-Qur’an secara total. Seseorang tidak boleh mengambil sebagian
aspek saja dari ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan meninggalkan
aspek yang lain, akan tetapi manusia harus menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman
hidup secara utuh, termasuk menjadikan Al-Qur’an sebagai acuan dalam dunia
pendidikan.
Diantara tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (QS; Al-Baqoroh: 185)
Ayat diatas menjelaskan, bahwa salah satu tujuan diturunkan Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia. Dalam waktu yang sama, Al-Qur’an mengandung penjelasan-penjelasan rinci yang mencakup semua sisi kehidupan manusia baik sebagai individu atau masyarakat, serta tentang karakter kehidupan dan alam semesta. Kalau diikuti perkembangan tafsir tematik (Maudu’i) yang didefinisikan sebagai “melihat setiap ayat Al-Qur’an yang membahas satu tema tertentu” dijumpai misalnya tafsir ekonomi, tafsir syariat, tafsir hukum, tafsir sejarah Nabi, atau tafsir Ilmu pengetahuan. Tidak mustahil juga, apabila dilontarkan tafsir kejiwaan (Psikologi) secara umum, dan tafsir emosi secara husus.
Selama ini pendidikan di Indonesia umumnya hanya menekankan pada kecerdasan intelektual (IQ) semata dan melupakan kecerdasan emosional (EQ), hal ini terlihat jelas dari penilaian dan evaluasi serta model pembelajaran yang ada. Padahal Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dalam setiap aspek kehidupan telah banyak memberikan petunjuk untuk memahami perasaan dan emosi manusia. Diantara ayat yang menyinggung tentang emosi adalah:
Diantara tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (QS; Al-Baqoroh: 185)
Ayat diatas menjelaskan, bahwa salah satu tujuan diturunkan Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia. Dalam waktu yang sama, Al-Qur’an mengandung penjelasan-penjelasan rinci yang mencakup semua sisi kehidupan manusia baik sebagai individu atau masyarakat, serta tentang karakter kehidupan dan alam semesta. Kalau diikuti perkembangan tafsir tematik (Maudu’i) yang didefinisikan sebagai “melihat setiap ayat Al-Qur’an yang membahas satu tema tertentu” dijumpai misalnya tafsir ekonomi, tafsir syariat, tafsir hukum, tafsir sejarah Nabi, atau tafsir Ilmu pengetahuan. Tidak mustahil juga, apabila dilontarkan tafsir kejiwaan (Psikologi) secara umum, dan tafsir emosi secara husus.
Selama ini pendidikan di Indonesia umumnya hanya menekankan pada kecerdasan intelektual (IQ) semata dan melupakan kecerdasan emosional (EQ), hal ini terlihat jelas dari penilaian dan evaluasi serta model pembelajaran yang ada. Padahal Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dalam setiap aspek kehidupan telah banyak memberikan petunjuk untuk memahami perasaan dan emosi manusia. Diantara ayat yang menyinggung tentang emosi adalah:
1.
Surat Al-An’am Ayat 3
“dan Dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” (QS: Al-An’am:3)
“dan Dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” (QS: Al-An’am:3)
2.
Surat At-Taubah Ayat 49
“di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.” (QS: At-Taubah:49)
3. Surat Maryam Ayat 24-26
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (QS: Maryam:24-26)
4. Surat Ali Imran Ayat 103
dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(QS: Ali Imran: 103)
Ayat-ayat diatas adalah sebagian dari konsep dasar tentang emosi yang disinggung dalam Al-Qur’an. Dalam dunia pendidikan seorang pendidik seyogyanya mengetahui kondisi emosi anak ketika memberikan pelajaran, sebagaimana dijelaskan dalam surat Maryam ayat 24-26, Jibril memberikan semangat dan kekuatan kepada Maryam dengan perkataan yang tepat karena Jibril mengetahui kondisi emosi Maryam saat itu.
Sementara itu kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami dan mengelolanya .
Salah satu tempat pembentukan kecerdasan emosional (EQ) adalah sekolah, kebiasaan para guru dan murid di sekolah dalam berkomunikasi, berargumentasi, berprilaku, berbudaya, dan masih didukung dengan kuatnya pengaruh dunia pendidikan terhadap penanaman pengetahuan akan sangat memudahkan seseorang meniru kebiasaan yang ada. Baik kebiasaan positif maupun negative. Semua pengaruh itu akan semakin memperkuat watak seseorang dari yang didapatkan sebelumnya sampai mengakar dalam akal dan batinnya.
Tidak diragukan lagi, bahwa Al-Qur’an dengan segala kesempurnaannya memberikan petunjuk akan pentingnya peningkatan kecerdasan emosi pada peserta didik. Kecerdasan emosi sesungguhnya telah terbentuk sejak anak dilahirkan. Sekolah sebagai salah satu tempat pendidikan bagi anak seharusnya menerapkan prinsip-prinsip Al-Qur’an dalam melakukan proses pembelajaran. Diantara dimensi pendidikan dalam Al-Qur’an adalah mengulas konsep-konsep kecerdasan emosional, penerapan konsep ini tidaklah terlalu sulit dan tidak perlu pelajaran ekstra, karena pada setiap mata pelajaran yang ada, guru bisa memberikan stimulus dan dorongan emosional kepada peserta didik sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, misalnya dalam pelajaran “membaca dan menulis” guru bisa memasukkan wacana yang berisi cerita yang memotivasi anak untuk menganalisa peristiwa di dalamnya, dalam pelajaran IPA dan matematika anak dimotivasi untuk bersabar dan konsentrasi.
Pengungkapan tentang kecerdasan emosional dalam Al-Qur’an sangat banyak dan dengan bahasa dan keadaan yang berbeda-beda. Banyak hal yang bisa diambil untuk diterapkan dalam dunia pendidikan dari pengungkapan bahasa-bahasa emosi manusia dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah pentingnya guru memberikan perhatian dari setiap masalah yang dihadapi peserta didik. Guru tidak akan mampu mencari solusi dari permasalahan murid apabila seorang guru tidak mengetahui kondisi emosi anak didiknya. Sebagaimana Rasulullah saw mengetahui kegelisahan Abu bakar ketika mereka bersembunyi di gua Tsur, kemudian Rasulullah saw berkata kepada Abu bakar “ janganlah kamu bersedih sesungguhnya Allah bersama kita”. Kisah ini diceritakan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 40
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita”
“di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah." ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.” (QS: At-Taubah:49)
3. Surat Maryam Ayat 24-26
Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: "Janganlah kamu bersedih hati, Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (QS: Maryam:24-26)
4. Surat Ali Imran Ayat 103
dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.(QS: Ali Imran: 103)
Ayat-ayat diatas adalah sebagian dari konsep dasar tentang emosi yang disinggung dalam Al-Qur’an. Dalam dunia pendidikan seorang pendidik seyogyanya mengetahui kondisi emosi anak ketika memberikan pelajaran, sebagaimana dijelaskan dalam surat Maryam ayat 24-26, Jibril memberikan semangat dan kekuatan kepada Maryam dengan perkataan yang tepat karena Jibril mengetahui kondisi emosi Maryam saat itu.
Sementara itu kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami dan mengelolanya .
Salah satu tempat pembentukan kecerdasan emosional (EQ) adalah sekolah, kebiasaan para guru dan murid di sekolah dalam berkomunikasi, berargumentasi, berprilaku, berbudaya, dan masih didukung dengan kuatnya pengaruh dunia pendidikan terhadap penanaman pengetahuan akan sangat memudahkan seseorang meniru kebiasaan yang ada. Baik kebiasaan positif maupun negative. Semua pengaruh itu akan semakin memperkuat watak seseorang dari yang didapatkan sebelumnya sampai mengakar dalam akal dan batinnya.
Tidak diragukan lagi, bahwa Al-Qur’an dengan segala kesempurnaannya memberikan petunjuk akan pentingnya peningkatan kecerdasan emosi pada peserta didik. Kecerdasan emosi sesungguhnya telah terbentuk sejak anak dilahirkan. Sekolah sebagai salah satu tempat pendidikan bagi anak seharusnya menerapkan prinsip-prinsip Al-Qur’an dalam melakukan proses pembelajaran. Diantara dimensi pendidikan dalam Al-Qur’an adalah mengulas konsep-konsep kecerdasan emosional, penerapan konsep ini tidaklah terlalu sulit dan tidak perlu pelajaran ekstra, karena pada setiap mata pelajaran yang ada, guru bisa memberikan stimulus dan dorongan emosional kepada peserta didik sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, misalnya dalam pelajaran “membaca dan menulis” guru bisa memasukkan wacana yang berisi cerita yang memotivasi anak untuk menganalisa peristiwa di dalamnya, dalam pelajaran IPA dan matematika anak dimotivasi untuk bersabar dan konsentrasi.
Pengungkapan tentang kecerdasan emosional dalam Al-Qur’an sangat banyak dan dengan bahasa dan keadaan yang berbeda-beda. Banyak hal yang bisa diambil untuk diterapkan dalam dunia pendidikan dari pengungkapan bahasa-bahasa emosi manusia dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah pentingnya guru memberikan perhatian dari setiap masalah yang dihadapi peserta didik. Guru tidak akan mampu mencari solusi dari permasalahan murid apabila seorang guru tidak mengetahui kondisi emosi anak didiknya. Sebagaimana Rasulullah saw mengetahui kegelisahan Abu bakar ketika mereka bersembunyi di gua Tsur, kemudian Rasulullah saw berkata kepada Abu bakar “ janganlah kamu bersedih sesungguhnya Allah bersama kita”. Kisah ini diceritakan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 40
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita”
V. Sebagai Pembeda Antara Yang Baik Dan Yang Buruk
Al-Qur’an membedakan antara yang
haq dengan yang batil, antara yang lurus dengan yang sesat, bermanfaaat dan
yang berbahaya. Dia menyuruh kita semua mengerjakan kebaikan dan melarang kita
dari perbuatan buruk.
“Sesungguhnya, Al-Quran benar-benar firman
yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil” (QS Ath-Thaariq:
13).
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf
lebih baik dari pada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan
si penerima)” (QS. Al-Baqarah : 263)
VI. Sebagai Pembela Di Hari Akhirat
Abu Umamah r.a berkata :
“Rasulullah S.A.W telah menganjurkan supaya kami semua mempelajari Al-Qur’an,
setelah itu Rasulullah S.AW memberitahu tentang kelebihan Al-Qur’an.”
Telah bersabda Rasulullah S.A.W :
“Belajarlah kamu akan
Al-Qur’an, di Akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di
kala itu orang sangat memerlukannya, ia akan datang dalam bentuk
seindah-indahnya dan ia bertanya :
“Kenalkah kamu
kepadaku?”
maka orang yang pernah membaca akan
menjawab :
“siapakah kamu?”
maka berkata Al-Qur’an :
“Akulah yang kamu
cintai dan kamu sanjung dan juga telah bangun malam untukku dan kamu juga
pernah membacaku di waktu siang hari.”
kemudian orang yang pernah membaca
Al-Qur’an itu berkata :
“Adakah kamu Al-Quran?”
lalu Al-Qur’an mengakui dan
menuntun orang yang pernah membaca menghadap Allah SWT, lalu orang itu diberi
kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya kemudian dia meletakkan
mahkota di atas kepalanya.
Pada ayah dan ibunya pula yang
muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat
ganda, sehingga keduanya bertanya :
“Dari manakah kami
memperoleh ini semua, padahal amal kami tidak sampai ini?”
lalu di jawab :
“Kamu di beri ini semua
karena anak kamu telah mempelajari Al-Qur’an”
Dan
masih banyak lagi sajian sajian Al quran yang mencakup segala aspek dalam
kehidupan kita. Yang mana kita bias mempelajarinya lebih lanjut pada kitab
kitab atau buku buku ke-islaman terrutama yang berkaitan langsung dengan
penjelasan Al quran. Dan penulis hanya dapat menulis sebagiannya saja,namun
semoga dapat memberikan manfaat bagi semuakhususnya bagi penulis sendiri baik
di dunia maupun di akhirat. Amien!
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Manifestasi Al-Quran menurut hemat saya,
dapat diartikan sebagai perwujudan atau manfaat logis dari
Al-Quran. Umat manusia yang dapat mengilhami dan menjalankan misi dan fungsi
Al-Quran dengan baik, maka manusia tersebut telah merasakan manifestasi
Al-Quran, yaitu akan mendapatkan keseimbangan hidup, baik di dunia maupun di
akhirat.
Disebutkan
dalam QS. Al-Syura (42) :17.
Misi Al-Quran
Misi
pertama Al-Qur’an
adalah kitab yang mengajak menuju sumber segala kebahagiaan, ia mengajak umat
manusia kepada ma’rifat kepada Allah, baik Dzat, Asma’, Sifat-sifat ataupun
tindakan-tindakannya. Al-Qur’an mengungkap masalah-masalah di atas dengan
ungkapan yang dapat dipahami dan ditangkap oleh semua lapisan, sesuai dengan
kesiapan mereka masing-masing. QS. Fushsilat (30)
Misi
kedua Al-Qur’an
adalah membawa misi pensucian jiwa dari berbagai kekotoran material agar dapat
mencapai kebahagiaan abadi. Sesuai dg tingkat keimanan dan ketaqwaan
masing-masing manusia. QS. Al-Anfal : (2)
Misi
ketiga ialah
menceritakan kisah-kisah para nabi, para wali dan orang-orang bijak serta
bagaimana bimbingan Allah terhadap mereka dan peran mereka dalam membimbing
umat manusia. Dalam kisah-kisah mereka terdapat banyak pelajaran dan ‘ibrah yang
dapat dipetik oleh umat manusia. QS. As-Shaafat : (99 – 102)
Misi
keempat Al-Qur’an
adalah mengungkap keadaan dan jiwa orang-orang kafir dan kaum penentang
kebenaran serta menjelaskan akibat dan kesudahan mereka serta kehancuran dan
kehinaan mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Pada setiap kisah mereka yang
diangkat dalam Al-Qur’an terdapat nasihat, hikmah, bahkan pelajaran. QS. Yunus :
(90 – 91)
Misi
kelima,
Al-Quran menerangkan undang-undang syariat Islam dan aturan-aturan Tuhan,
seperti salat, zakat, haji, puasa, pernikahan, hukum waris, hukum pidana, dan
perdata, perdagangan dan lain-lain. Bahkan beberapa di antaranya disebut
dengan terperinci. QS. Al-Baqarah : (110)
Misi
keenam Al-Qur’an
adalah menyelesaikan permasalahan seputar akhirat dan hari kebangkitan,
pembuktian akan kebenarannya, aneka bentuk siksa dan pahala, dan perincian
tentang surga dan neraka. Sebagaimana Al-Qur’an juga menyebutkan nasib dan
keadaan para penerima kenikmatan dan kebahagiaan dan derajat-derajat mereka.
Begitu juga Al-Quran menerangkan tingkatan-tingkatan
orang-orang yang sengsara, baik mereka yang kafir, munafik, ataupun pendosa dan
fasiqin. QS. An-Nahl : (84)
Misi
ketujuh Al-Qur‘an
adalah cara pemaparan argumentasi yang di sajikan oleh Allah untuk membuktikan
kebenaran berbagai permasalahan, seperti kebenaran prinsip tauhid dengan
berbagi masalahnya seperti: sifat ilmu, qudrat dan seluruh sifat-sifat kamaliah
(kesempurnaan). QS. Al-Baqarah : (163)
Misi
kedelapan Al-Qur’an
adalah memberikan keputusan akhir bagi perselisihan yang muncul dan sedang
berkembang, di tengah-tengah umat manusia tentang perjalanan kehidupan
mereka dan memberikan solusi yang benar tentangnya.
Dalam
ayat 64 surat An-Nahl, dan ayat 76 surat An-Naml,
disebutkan bahwa salah satu misi dan fungsi kehadiran Al-Qur’an adalah
memberikan keputusan, kejelasan dan menegakkan hujjah atas apa yang
diperselisihkan oleh kalangan kaum musyrikin tentang keyakinan ketuhanan dan
amal mereka, dan yang diperselisihkan oleh Ahlul Kitab tentang Isa Al-Masih dan
hukum-hukum serta keyakinan mereka.
Misi kesembilan Al-Qur’an
adalah membenarkan kitab-kitab suci dan misi para rosul sebelum Nabi
Muhammad Saw. Disebutkan dalam banyak ayat seperti ayat 48 surat Al-Maidah dan
ayat 3 surat Ali Imran, bahwa fungsi Al-Qur‘an adalah melegalisir
apa yang termuat dalam Taurat, Injil dan kitab-kitab suci sebelumnya, selain
itu ia juga berfungsi sebagai “ Muhaimin“ atas kitab-kitab suci
tersebut.
untuk smua pembaca blog ini,apabila ada kekeliruan dalan tulisan ini mohon diperbaiki. dan semoga bermanfaat. Amiin!
BalasHapusmantap kak blognya
BalasHapus