(sulitnya mendapat pekerjaan)
Di Indonesia pada umumnya dan kota kota
metropolitan pada khususnya,seharusnya tidaklah sulit untuk mendapatkan sebuah
pekerjaan. Dilihat dari banyaknya pabrik-pabrik dan perkantoran dan atau
lainnya,baik milik pemerintah maupun milik swasta yang memenuhi setiap tempat
dimana masyarakatnya juga hidup disana. Namun pada kenyataannya,di negeri ini
masih ditemui pengangguran yang bertebaran di jalanan. Baik yang berusaha
merubah bentuk dirinya menjadi penyanyi
jalanan,manggung dari bis kota ke bis kota yang lain atau show dari rumah ke
rumah yang lain pula di tiap-tiap perkampungan untuk memenuhi kebutuhan dirinya
demi bertahan hidup. Juga yang berusaha memutus urat malunya dan berdiri di
perempatan jalan di tiap-tiap lampu merah dan lain sebagainya.
Itulah sekelumit contoh betapa masih sulitnya mendapatkan sebuah
pekerjaan yang dapat dijadikan penunjang kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di
Negeri yang katanya adalah Negeri surga,Negeri subur,yang setiap apa pun yang
kita inginkan akan kita dapatkan ternyata fakta yang ada seperti itu.
Banyak sarjana-sarjana yang jadi
pengangguran,apalagi yang taraf pendidikannya di bawah itu. Bukan hanya karena
factor kurangnya ilmu kewirausahaan saja,tapi juga lebih karena factor
kelemahan dan kalahnya bersaing di dunia bisnis. Yang lebih memperihatinkan
lagi,rakyat kecil yang ekonominya kelas bawah,yang berusaha membuka usaha kecil
kecilan kesulitan stand (tempat) untuk menjalankan usahanya,belum lagi urusan
modal untuk tambahan memperbear usahanya. Yang mencari kerja sulit mendapatkan
pekerjaan,yang buka usaha kecil kecilan tidak mendapatkan lahan/tempat karena
di gusur dan takut diobrak oleh satpol PP. sungguh sangatlah suatu hal yang
sangat memperihatinkan.
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang tinggi tidak terkait langsung dengan kesejahteraan
masyarakat terutama jika diukur dari tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hal
itu terlihat di tanah air,dimana pertumbuhan ekonomi tinggi kurang berkorelasi
dengan penurunan angka pengangguran dan kemiskinan.
Efektifitas penggunaan anggaran kemiskinan juga layak
dipertanyakan karena tidak mampu mengatasi pengurangan jumlah penduduk miskin
dan pengangguran secara signifikan.
Lalu dimanakah pemimpin-pemimpin kita? Dimanakah
wakil-wakiln kita? Yang sudah kita pilih dan kita percaya untuk mengayomi
rakyat. Untuk apa negeri ini punya dewan perwakilan rakyat? untuk apa punya
menteri perekonomian? Dan sebagainya kalau yang dipikirkan hanyalah urusan dan
status ekonominya sendiri bukan ekonomi rakyat. Mereka dipilih bukan untuk
menjadi perwakilan dari rakyat untuk makan uang yang seharusnya jatah rakyat.
sedangkan rakyatnya sendiri disana kelaparan.rakyat masih bisa makan sendiri
dengan uang itu.
Benar kata Abd. Rahman Faiz dalam
puisinya;
Gantilah makanan bapak
dengan nasi putih,sayur dan
daging
Jangan makan uang kami
Lihatlah air mata para bocah
Yang menderas di setiap lampu merah
Jalan jalan Jakarta
Dengarlah jerit lapar mereka
Di pengungsian
Juga doa kanak-kanak
Yang ingin sekolah
Telah bapak saksikan,
Orang orang miskin memenuhi
seluruh negeri
tidakkah menggetarkan bapak?
Tolong,pak
Gantilah makanan bapak
Seperti manusia
Jangan makan uang kami.
Dengan ini perlu adanya perhatian
mendalam dari semua pihak terlebih dari yang mempunyai tugas dan
wewenang(berwajib) untuk mengatasi masalah besar ini yang tak kunjung teratasi.
Pemerintah tidak menyalah gunakan jabatannya untuk kepentingan peribadi
sendiri, dan yang lain memberikan solusi yang tepat dan benar dan ikut berperan
di dalamnya. Reshuffle cabinet bukan hanya trik untuk menyelamatkan diri dan
menyamankan posisi. Namun lebih karena demi perbaikan dan demi kepentingan bangsa
dan rakyat. Sehingga terciptalah Negara idaman yang baldatun tayyibatun wa
rabbun ghafuurun. Amien!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar